I Made Putra Wijaya (Ade Kamandanu) : Seniman Peliatan

Seniman tari & tabuh generasi penerus dari Peliatan

I Made Putra Wijaya, yang akrab dipanggil Ade Kamandanu, adalah salah satu sosok seniman tari dan tabuh generasi penerus dari Br. Kalah, desa Peliatan, kecamatan Ubud. Lahir pada tahun 1989 dari pasangan I Made Putra Yasa dengan Ni Wayan Darmiani. Menurut bapaknya, Ade sejak kecil sudah menunjukkan keinginan, minat, yang kuat atas seni tari dan tabuh. Pernah suatu ketika Ade, “mencuri” tongkat milik kakeknya, seraya mendengarkan irama gamelan yang diperdengarkan ayahnya, Ade mainkan tongkat tersebut bak sebuah alat musik, sambil menari-nari, dengan ekspresi yang sangat alami. Tentunya sang kakek, I Nyoman Regog, yang merupakan seniman tabuh era 1930-an dari Sekaa Gunung Sari itu tersenyum seraya mengharapkan kelak Ade menjadi seniman tabuh dan tari yang berbakat.

I Nyoman Regog adalah penabuh Sekaa Gong Gunung Sari asal Br.Kalah, Desa Peliatan yang sangat disegani, dan mempunyai bakat yang sangat tinggi, dan bahkan ketika ia masih berumur 18 tahun sudah ikut menjadi penabuh pada pementasan Grup Gunung Sari pada Paris Colonial Exhibition, di Paris tahun 1931, dimana pada waktu itu seluruh seniman dari Peliatan menciptakan sensasi yang luar biasa di mata Komunitas Seniman Eropa, yang membuat Bali menjadi lebih dikenal di mancanegara hingga saat ini. Menurut Bpk. Made Putra Yasa (anak I Regog), selain sebagai penabuh handal, pada jamannya I Nyoman Regog juga telah menciptakan beberapa tabuh klasik kekebyaran.

Bakat sosok seorang seniman I Nyoman Regog ini tentunya mengalir ke sosok Ade kecil,cucunya, yang sejak berumur 8 tahun sudah mulai menekuni seni tabuh dan tari.Dalam bidang tari oleh orang tuanya, Ade dibawa ke rumah I Wayan Tutur (Kak Tutur), untuk dididik menjadi penari Baris. Menurut orangtuanya, dikatakan bahwa semasa belajar tari Baris, Ade adalah anak yang sangat bandel, dan tidak pernah mau mengikuti perkataan orang tua dan bahkan gurunya sendiri. Dari aturan latihan yang telah ditentukan yakni 2 kali pengulangan untuk paruh pertama, dan 2 kali pengulangan untuk paruh kedua, atau dengan total 4 kali pengulangan untuk setiap harinya, Ade terus bersikeras hanya mau latihan 1 kali saja. Apapun alasannya dia tetap hanya mau 1 kali latihan. Tanpa pengulangan. Oleh orangtuanya Ade memang dirasa menjengkelkan, dan bahkan sisa waktu latihannya justru dipakai untuk memainkan kendang yang ada di rumah Kak Tutur. Melihat temannya yang sedang semangatnya latihan, Ade justru sibuk mengiringinya dengan kendang, dengan teknik pukulan sebisanya, dan kadang-kadang sambil menyanyikan irama melodi Baris. Karena semakin bandel pernah suatu waktu Kak Tutur menegurnya, “Ade,, Ade kesini untuk latihan apa?…Baris atau Kendang?” seketika itu pula Ade berhenti dan ngambek.

Namun berkat semangat dan cinta orangtua dan seorang guru tari Kak Tutur, Ade untuk pertama kalinya dapat menarikan Tari Baris, ngayah di Pura di Banjarnya sendiri, Br. Kalah, Peliatan. Meskipun masih jauh dari sempurna, Ade merasa sangat senang dan bangga mampu menarikan Tari Baris.

Saat diusianya yang sekarang ketika ditanya bagaimana perasaannya waktu mempelajari Tari Baris di rumah Kak Tutur, ade menjawab:
Aduh,, saya agak malu, karena dulu saya sering membuat jengkel orangtua, dan bahkan guru saya sendiri. Akan tetapi saya sangat senang, dan sangat berterima kasih kepada Kak Tutur, cara mengajar beliau sangat alami, setiap ada gerakan yang saya belum kuasai, beliau terus memotivasi agar saya dapat dengan sendiri mengetahui rasa dan abah dari diri saya sendiri, dan salah satu pesan yang paling saya ingat adalah beliau mengatakan “Ade adalah Ade”, hanya ade yang bisa merasakan abah sendiri, terus cari, terus latih!

Seiring dengan keinginannya untuk terus meingkatkan kemampuannya, pada tahun 2000, Ade bergabung dengan sekaa Gong Genta Bhuana Sari Peliatan, sebagai penari Baris, dan sampai sekarang masih aktif menari serta mendalami tari Baris ini.

Menurut banyak kalangan, meskipun di usianya yang masih sangat muda, tarian Baris yang ditarikan oleh Ade adalah sangat hidup dan bertenaga, dan bahkan oleh Guruh Sukarno Putra, Ade secara khusus diapresiasikan sebagai penari Baris generasi muda Peliatan yang sangat berbakat, hingga dalam berbagai acara, oleh Guruh Sukarno Putra selalu mengharapkan agar Ade bisa tampil sebagai penari Baris Tunggal. Pada tahun 2009, bersama Sekaa Gong Genta Bhuana Sari Peliatan, Ade ditunjuk sebagai penari Baris dalam acara Dinner Show Kinarya GSP (Guruh Sukarno Putra), di arena Pekan Raya Jakarta (PRJ), Jakarta.

Tidak hanya sampai tari Baris, Ade juga mempelajari tari-tari Bebancihan seperti Kebyar Duduk, Kebyar Terompong, dan juga Oleg Tamulilingan sebagai penari pria. Secara khusus Ade belajar dan memantapkan tarian Bebancihan ini dari koreografer ternama I Wayan Cerita dan dari guru tari I Wayan Jaya Merta. Dengan kemampuannya yang dapat menarikan Baris, dan tarian Bebancihan ini, bersama sanggar yang diikutinya, telah melakukan beberapa pementasan dalam berbagai ajang bergengsi baik tingkat nasional maupun internasional. Beberapa diantaranya, pada 2003 bersama sanggar ARMA pementasan pada World Children Festival di 12 kota di Belanda, dan pementasan pada Indonesia’s Art Mission Trip ke Ho Chi Minh City Vietnam oleh PHRI Gianyar dibawah pimpinan Tjok Oka Artha Ardana Sukawati.

Selain pementasan bersama sanggar yang diikutinya, juga secara khusus Ade pernah mendapat undangan resmi dari Panitia International Festival of Contemporary Dance 2008 yang diundang oleh Pina Baush, artistic director, untuk tampil menarikan tarian tunggal Kebyar Duduk, sebagai tarian pembukaan dalam acara tersebut, bertempat di Dusseldorf Drama Theater, Germany.

Ini semua tentu membawa kebanggaan tersendiri bagi Ade, dan sesuai yang dikatakannya, ini terus akan dijadikannya motivasi untuk memperdalam seni Bali khususnya bidang tari.

Secara kepribadian, dalam hal berkesenian Ade adalah sosok seniman muda yang sangat terbuka. Apabila menari berpasangan, dia sangat menghargai penari pasangannya tersebut. Hal ini mengingatkan saya ketika saya masih pacaran dengan m (mayumi inouye), yang waktu itu m diminta untuk ngayah menari Oleg Tamulilingan di sebuah Merajan Puri di Singapadu, dan padahal setahu saya m adalah sosok penari yang cenderung lebih menyukai tari kebyar bebancihan, namun dengan niat ngayah ini m mempelajari tari Oleg Tamulilingan, tarian yang belum pernah ia tarikan sebelumnya. Hari-hari menjelang ngayah, m semakin kurang percaya diri, dan sampai berpikiran untuk mengurungkan niatnya menari tarian ini. Namun Ade yang waktu itu akan menari berpasangan dengan m memberikan motivasi yang sangat berarti. Ade mengatakan kepada m “meskipun belum pernah menarikan tarian ini, pada kesempatan ngayah ini paling bagus untuk mencoba, apalagi m kan sudah mengerti dengan irama iringan gamelannya, jadi bisa memudahkan untuk menarikannya, yang paling penting adalah kita bisa menari secara kompak sesuai nafas iringan gamelan”. m pun semakin bersemangat dan acara ngayah tersebut berjalan lancar, meskipun masih jauh dari sempurna. Hingga akhirnya setelah pengalaman ngayah tersebut, m menjadi lebih sering berkesempatan untuk menari Tari Oleg Tamulilingan pada berbagai acara ngayah lainnya.

Setelah menyelesaikan sekolahnya di SMA Negeri 1 Ubud pada tahun 2007, sesuai dengan cita-citanya, Ade melanjutkan ke Institute Seni Indonesia (ISI) Denpasar, dengan program pendidikan Seni Tari, dengan harapan selain belajar dari guru tari & seniman alam, secara akademis juga memilki kemampuan dalam mengolah, atau sampai pada mencipta suatu tari, sebagai bagian dari usaha pelestarian dan pengembangan tari Bali.

Tidak hanya sampai pada seni Tari, oleh karena Tari dan Tabuh Bali merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan Ade aktif mempelajari seni tabuh, dan secara khusus alat musik Bali yang ia dalami adalah kendang. Teknik ma-kendang ia pelajari dari berbagai guru tabuh seperti Bpk. Pasek Taman, Rai Wawang, Kak Rena dari Petulu, dan Yan Ki Palak dari Sukawati.

Sebagai seorang teman yang dibesarkan di Banjar yang sama, saya sangat mengagumi Ade, dalam hal menabuh, dulu Ade pernah menjadi pasangan saya dalam memainkan kendang, dalam grup Baleganjur di organisasi kepemudaan di Banjar Kalah, Peliatan. Meskipun saya bukan seorang penabuh kendang, Ade dengan kesungguhan niatnya mau menjadi satu rekan tim, untuk tampil dalam berbagai pementasan baik untuk acara ngayah, maupun kegiatan parade seni antar Pemuda Banjar se-desa Peliatan.

Sejak masa saya sebagai ketua organisasi kepemudaan Ade sudah menunjukkan akan bakat yang dimilikinya, dan setelah saya menikah, oleh ketua kepemudaan sekarang Ade ditunjuk sebagai Ketua Bidang Kesenian. Kegiatan berkesenian ini pun masih terus berlanjut dan semakin menunjukkan kreatifitasnya. Meskipun Ade mahasiswa Jurusan Tari, seorang calon koreografer, dari yang dia lakukan sudah menunjukkan juga akan bakat seorang calon komposer, bukan sesuatu yang berlebihan memang terbukti di kepemudaan ini Ade sudah mulai membuat tabuh-tabuh kreasi Baru Baleganjur.

Saya kagum akan niat Ade yang sejak usia muda sudah mulai melakukan pengabdian seni. Pengabdian seni oleh seniman tari tabuh generasi penerus di Peliatan.

Tulisan ini adalah murni sebuah ungakapan kekaguman saya akan bakat seorang teman.
Semoga bermanfaat.


Tahun 2011 Ade menyelesaikan studi nya di ISI Denpasar. Sebagai tugas akhir studi ia membuat sebuah karya tari berjudul “Janyapaka”. Tarian ini meraih predikat terbaik dalam Pagelaran Karya Cipta Seni Ujian Sarjana Seni ISI Denpasar di tahun tersebut.
Selamat kepada Ade!!


Author : kadek ferry © f-studio
Photo : © Mayumi inouye